Dunia Spiritual Presiden Soeharto sangat kental sekali, karena semasa muda pun beliau sangat menyukai laku batin,
tapa brata yang disukainya adalah didelta sungai, atau di muara sungai, atau di
tempat-tempat keramat lainnya. Kesukaan Soeharto dalam laku tapa brata, karena
pengaruh ajaran-ajaran kebatinan yang berasal dari gurunya. Semasa beliau menjabat menjadi Presiden kedua RI, tidak pernah lepas dengan melakukan olah kebatinan dengan
guru-guru spiritualnya, baik secara langsung maupun hanya berhubungan jarak jauh atau batiniyah.
Tidak kurang dari 50 orang guru, oleh Soeharto dijadikan tameng kebatinan untuk
melanggengkan kekuasaannya.
Antara lain adalah Guru Soeharto yang bernama Soedjono Hoemardani, selain sebagai penasehat
spiritual ia pun merangkap sebagai penasehat masa pemerintahan Soeharto.
Selain itu mereka berdua juga mendirikan padepokan kebatinan “Jambe Pitu”
di gunung Selok Cilacap. Guru Soeharto yang mempunyai kekuatan spiritual melihat jauh
kedepan adalah Guru Soeharto yang bernama Romo Marto Pangarso, Lokasi pengembaraan kebatinannya dipusatkan
di gunung Srandil, Cilacap. Pada praktek lelaku batin, syarat terkabulnya permintaan
apabila dalam semedinya sudah dirawuhi atau di didatangi sosok Semar Badranaya.
Guru Soeharto, yang memiliki kekuatan spiritual atau kesaktian linuwih,
karena kosentrasinya pada ilmu kekebalan adalah, Guru beliau yang bernama Ki Danundriya. Dia dikenal
memiliki berbagai ilmu kebal warisan Sultan Trenggana, berupa “Aji Lembu
Sekilan”, Ilmu warisan dari Sultan Hadiwijaya yang disebut “Ilmu Rog-Rog Asem”.
Ketika Soeharto meminta ajian tersebut, Ki Danundria meminta syarat agar Soeharto
menebus dengan tapa brata yang cukup berat. Akan tetapi Soeharto gagal menjalani persyaratan tersebut, dan
tetap meminta kepada gurunya dengan agak memaksa. Sejak saat itu Ki Danundriya
mulai menjauhi Suharto, karena merasa kurang sreg atau kurang cocok dengan sifat Soeharto.
Kemudian Guru Soeharto yang lain adalah Mbah Diran. Mbah Diran disebut-sebut sebagai ahli pawang hujan yang unik, cara yang dilakukan pun unik unik,
salah satu syarat biasanya menggunakan paku sebanyak bilangan genap, serta
tulisan huruf kuno semacam rajah berbahasa arab dilengkapi dengan kain yang
lebarnya sudah ditentukan sebelumnya. Paku tidak boleh berkarat, kemudian
dibungkus rapih. Setelah dibacakan mantra serta di asapi dengan asap pembakaran
kemenyan serta taburan bunga 7 rupa, paku-paku tersebut dipasang di 4 penjuru
angin. Kemudian dibacakan mantra dalam bahasa jawa “ Titip gunung
barat di barat, titip gunung timur di timur, titip gunung utara di utara, titip
gunung selatan di selatan” mata tidak boleh dipejamkan , melihat
dengan tajam ke masing-masing arah. Selain sebagai guru spiritual untuk keselamatan Soeharto Mbah Diran juga di jadikan sebagai penasehat, terlebih dalam urusan keadaan alam dan keselamatan diri.
Guru Soeharto juga mempunya guru spiritual lain, dia adalah adalah Ki Ageng Sela (yang dipercaya mampu menangkap petir). Dan yang paling di percaya
sebagai guru spiritual sejati pak Harto adalah Ibu Tien sendiri. Oleh sebab itu
sepeninggal Ibu Tien, Pak Harto seperti kehilangan pegangan, dan semua
kekuatannya ber-angsur angsur lumer, meleleh. Tetapi ada yang sulit
meninggalkan beliau ketika saat kematian menjemputnya yaitu yang berupa “Aji
Lembu Sekilan” yang diminta dari gurunya dengan setengah memaksa, mengandalkan
kekuasaannya dan kekayaannya, sehingga menjadikan beliau sulit waktu meninggal dunia.
Memang “Aji Lembu Sekilan” sangat ampuh, ketika serangan umum 1
Maret 1949, Soeharto diberondong senapan mesin, tetapi tak satupun peluru yang
dapat melukainya. Ada lagi yang dimiliki oleh Soeharto berupa “Aji Simbar Inten”
ketika serangan umum 1 Maret anak buahnya sudah dipesan, jika serangan pihak
lawan berasal dari sabelah utara, atau selatan anak buahnya agar pindah
kesebelah kanan Soeharto, begitu juga sebaliknya apabila serangan datang dari sebelah timur atau
barat anak buahnya agar pindah kesebelah kiri Soeharto. Dan benar adanya, ketika mengikuti intruksi beliau semua tentara yang di pimpinnya selamat dari serangan musuh. Ada yang nekad, entah sengaja atau tidak percaya
akan pesan komandannya, ketika aba-aba agar pindah kekanannya Pak Harto, si Kopral
tetap saja ada di sebelah kiri, akhirnya tertembak oleh musuh, untung hanya
tertembak di kakinya tidak sampai meninggal dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar