Selasa, 07 April 2015

Dunia Spiritual Presiden Soeharto (presiden kedua RI)

Dunia Spiritual Presiden Soeharto sangat kental sekali, karena semasa muda pun beliau sangat menyukai laku batin, tapa brata yang disukainya adalah didelta sungai, atau di muara sungai, atau di tempat-tempat keramat lainnya. Kesukaan Soeharto dalam laku tapa brata, karena pengaruh ajaran-ajaran kebatinan yang berasal dari gurunya. Semasa beliau menjabat menjadi Presiden kedua RI, tidak pernah lepas dengan melakukan olah kebatinan dengan guru-guru spiritualnya, baik secara langsung maupun hanya berhubungan jarak jauh atau batiniyah. Tidak kurang dari 50 orang guru, oleh Soeharto dijadikan tameng kebatinan untuk melanggengkan kekuasaannya.



Antara lain adalah Guru Soeharto yang bernama Soedjono Hoemardani, selain sebagai penasehat spiritual ia pun merangkap sebagai penasehat  masa pemerintahan Soeharto.

Selain itu mereka berdua juga mendirikan padepokan kebatinan “Jambe Pitu” di gunung Selok Cilacap. Guru Soeharto yang mempunyai kekuatan spiritual melihat jauh kedepan adalah Guru Soeharto yang bernama Romo Marto Pangarso, Lokasi pengembaraan kebatinannya dipusatkan di gunung Srandil, Cilacap. Pada praktek lelaku batin, syarat terkabulnya permintaan apabila dalam semedinya sudah dirawuhi atau di didatangi sosok Semar Badranaya.

Guru Soeharto, yang memiliki kekuatan spiritual atau kesaktian linuwih, karena kosentrasinya pada ilmu kekebalan adalah, Guru beliau yang bernama Ki Danundriya. Dia dikenal memiliki berbagai ilmu kebal warisan Sultan Trenggana, berupa “Aji Lembu Sekilan”, Ilmu warisan dari Sultan Hadiwijaya yang disebut “Ilmu Rog-Rog Asem”. Ketika Soeharto meminta ajian tersebut, Ki Danundria meminta syarat agar Soeharto menebus dengan tapa brata yang cukup berat. Akan tetapi Soeharto gagal menjalani persyaratan tersebut, dan tetap meminta kepada gurunya dengan agak memaksa. Sejak saat itu Ki Danundriya mulai menjauhi Suharto, karena merasa kurang sreg atau kurang cocok dengan sifat Soeharto.

Kemudian Guru Soeharto yang lain adalah Mbah Diran. Mbah Diran disebut-sebut sebagai ahli pawang hujan yang unik, cara yang dilakukan pun unik unik, salah satu syarat biasanya menggunakan paku sebanyak bilangan genap, serta tulisan huruf kuno semacam rajah berbahasa arab dilengkapi dengan kain yang lebarnya sudah ditentukan sebelumnya. Paku tidak boleh berkarat, kemudian dibungkus rapih. Setelah dibacakan mantra serta di asapi dengan asap pembakaran kemenyan serta taburan bunga 7 rupa, paku-paku tersebut dipasang di 4 penjuru angin. Kemudian dibacakan mantra dalam bahasa jawa “ Titip gunung barat di barat, titip gunung timur di timur, titip gunung utara di utara, titip gunung selatan di selatan” mata tidak boleh dipejamkan , melihat dengan tajam ke masing-masing arah. Selain sebagai guru spiritual untuk keselamatan Soeharto Mbah Diran juga di jadikan sebagai penasehat, terlebih dalam urusan keadaan alam dan keselamatan diri.

Guru Soeharto juga mempunya guru spiritual lain, dia adalah adalah Ki Ageng Sela (yang dipercaya mampu menangkap petir). Dan yang paling di percaya sebagai guru spiritual sejati pak Harto adalah Ibu Tien sendiri. Oleh sebab itu sepeninggal Ibu Tien, Pak Harto seperti kehilangan pegangan, dan semua kekuatannya ber-angsur angsur lumer, meleleh. Tetapi ada yang sulit meninggalkan beliau ketika saat kematian menjemputnya yaitu yang berupa “Aji Lembu Sekilan” yang diminta dari gurunya dengan setengah memaksa, mengandalkan kekuasaannya dan kekayaannya, sehingga menjadikan beliau sulit waktu meninggal dunia.


Memang “Aji Lembu Sekilan” sangat ampuh, ketika serangan umum 1 Maret 1949, Soeharto diberondong senapan mesin, tetapi tak satupun peluru yang dapat melukainya. Ada lagi yang dimiliki oleh Soeharto berupa “Aji Simbar Inten” ketika serangan umum 1 Maret anak buahnya sudah dipesan, jika serangan pihak lawan berasal dari sabelah utara, atau selatan anak buahnya agar pindah kesebelah kanan Soeharto, begitu juga sebaliknya apabila serangan datang dari sebelah timur atau barat anak buahnya agar pindah kesebelah kiri Soeharto. Dan benar adanya, ketika mengikuti intruksi beliau semua tentara yang di pimpinnya selamat dari serangan musuh. Ada yang nekad, entah sengaja atau tidak percaya akan pesan komandannya, ketika aba-aba agar pindah kekanannya Pak Harto, si Kopral tetap saja ada di sebelah kiri, akhirnya tertembak oleh musuh, untung hanya tertembak di kakinya tidak sampai meninggal dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar